Kamis, 23 Agustus 2012

Kegiatan Ramadhan & Idul Fitri 1433 H




Penghitungan Hasil Zakat Fitrah oleh Unit Pengumpul Zakat Masjid Ash Shalihin pada Ramadhan 1433 H





Penyerahan Zakat Fitrah secara simbolis kepada anak yatim oleh Imam Masjid Ash Shalihin Bpk. Hi. Abdulrahman Bachdin, S.Ag










































Tawaf bersama Lembaga Keimaman, Badan Ta'mirul Masjid, Remaja Masjid, UPZ, Lembaga Pengurus Pekuburan & Jamaah Masjid Ash Shalihin Dendengan Dalam

Selasa, 14 Agustus 2012

Seputar Jabat Tangan



Al Hattab (ulama madzhab Malikiyah) mengatakan : “Para ulama kami (Malikiyah)  mengatakan : Jabat tangan artinya meletakkan telapak tangan pada telapak tangan orang lain dan ditahan beberapa saat, selama rentang waktu yang cukup untuk menyampaikan salam.” (Hasyiyah Al Adzkar An Nawawi oleh Ali Asy Syariji, hal. 426)


Ibn Hajar mengatakan : “Jabat tangan adalah melekatkan telapak tangan pada telapak tangan yang lain.” (Fathul Bari, 11/54)

Hukum
An Nawawi mengatakan : “Ketahuilah bahwasanya jabat tangan adalah satu hal yang disepakati sunnahnya (untuk dilakukan) ketika bertemu.”

Ibn Batthal mengatakan : “Hukum asal jabat tangan adalah satu hal yang baik menurut umumnya ulama.” (Syarh Shahih Al Bukhari Ibn Batthal, 71/50)

Namun penjelasan di atas berlaku untuk jabat tangan yang dilakukan antara sesama laki-laki atau sesama wanita.

Berikut adalah dalil-dalil dianjurkannya jabat tangan:
 Qatadah bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah jabat tangan itu dilakukan diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Anas menjawab: “Ya.” (HR. Al Bukhari, 5908)
Abdullah bin Hisyam mengatakan : “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara beliau memegang tangan Umar bin Al Khattab.”(HR. Al Bukhari 5909)
Ka’ab bin Malik mengatakan : “Aku masuk masjid, tiba-tiba di dalam masjid ada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Thalhah bin Ubaidillah berlari menyambutku, menjabat tanganku dan memberikan ucapan selamat kepadaku.” (HR. Al Bukhari 4156)
Dan beberapa hadis lainnya yang akan disebutkan dalam pembahasan keutamaan berjabat tangan.

Akan tetapi dikatakan bahwasanya Imam Malik membenci jabat tangan. Dan ini merupakan pendapat Syahnun dan beberapa ulama Malikiyah. Pendapat ini berdalil dengan firman Allah ta’ala ketika menceritakan salamnya Malaikat kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Allah berfirman, yang artinya: “(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan : ‘Salaamun’ Ibrahim menjawab: “Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.” (QS. Ad Dzariyat: 25)

Pada ayat di atas, malaikat hanya menyampaikan salam kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan mereka tidak bersalaman. Sehingga Malikiyah berkesimpulan bahwa di antara kebiasaan orang saleh (nabi Ibrahim & para Malaikat) adalah tidak berjabat tangan ketika ketemu, tetapi hanya mengucapkan salam.

Namun, yang lebih tepat, pendapat Imam Malik yang terkenal adalah beliau menganjurkan jabat tangan. Hal ini dikuatkan dengan sebuah riwayat, di mana Sufyan bin ‘Uyainah pernah menemui beliau dan Imam Malik bersalaman dengan Sufyan. Kemudian Imam Malik mengatakan : “Andaikan bukan karena bid’ah, niscaya aku akan memelukmu.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan  : “Orang yang lebih baik dari pada aku dan kamu yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memeluk Ja’far ketika pulang dari negeri Habasyah. Kata Malik: “Itu khusus (untuk Ja’far).” Komentar Sufyan : “Tidak, itu umum. Apa yang berlaku untuk Ja’far juga berlaku untuk kita, jika kita termasuk orang saleh (mukmin).” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/13949)

Kesimpulannya, bahwasanya pendapat yang paling tepat adalah dianjurkannya berjabat tangan antar sesama. Mengingat banyak dalil yang menegaskan hal tersebut. Sedangkan adanya pendapat yang menyelisihi hal ini terlalu lemah ditinjau dari banyak sisi.

Keutamaan Berjabat Tangan
Terampuninya dosa
Dari Al Barra’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian berjabat tangan kecuali akan diampuni dosa keduanya selama belum berpisah.” (Shahih Abu Daud, 4343)
Dari Hudzifah bin Al Yaman, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“ Sesungguhnya seorang mukmin jika bertemu dengan mukmin yang lain, kemudian dia memberi salam dan menjabat tangannya maka dosa-dosa keduanya akan saling berguguran sebagaimana daun-daun pohon berguguran.” (Diriwayatkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam As Shahihah, 525)

Menimbulkan rasa cinta antara orang yang saling bersalaman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah kalian aku tunjukkan suatu perbuatan yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai?” yaitu : “Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim 93)

Jika semata-mata mengucapkan salam bisa menimbulkan rasa cinta maka lebih lagi jika salam tersebut diiringi dengan jabat tangan.

Menghilangkan kebencian dalam hati
Terdapat beberapa hadis dalam masalah ini, namun semuanya tidak lepas dari cacat. Di antaranya adalah:
“Lakukanlah jabat tangan, karena jabat tangan bisa menghilangkan permusuhan.” Tetapi hadis ini didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (Ad Dha’ifah, 1766)
“Lakukanlah jabat tangan, itu akan menghilangkan kedengkian dalam hati kalian.” (HR. Imam Malik dalam Al Muwatha’ dan didhaifkan oleh Syaikh Al Albani)

Terlepas dari hadis di atas, telah terbukti dalam realita bahwa berjabat tangan memiliki pengaruh dalam menghilangkan kedengkian hati dan permusuhan.

Berjabat tangan merupakan ciri orang-orang yang hatinya lembut
Ketika penduduk Yaman datang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Penduduk Yaman telah datang, mereka adalah orang yang hatinya lebih lembut dari pada kalian.” Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkomentar tentang sifat mereka: “Mereka adalah orang yang pertama kali mengajak untuk berjabat tangan.” (HR. Ahmad 3/212 & dishahihkan Syaikh Al Albani, As Shahihah, 527)

Mencium Tangan Ketika Jabat Tangan

Ibn Batthal mengatakan:
“Ulama berbeda pendapat dalam menghukumi mencium tangan ketika bersalaman. Imam Malik melarangnya, sementara yang lain membolehkannya.”(Syarh Shahih Al Bukhari, Ibn Batthal 17/50)

Di antara dalil yang digunakan oleh ulama yang membolehkan adalah:
Abu Lubabah & Ka’ab bin Malik, serta dua sahabat lainnya (yang diboikot karena tidak mengikuti perang tabuk) mencium tangan Nabi Shallallhu ‘alaihi wa Sallam ketika taubat mereka diterima oleh Allah. (HR. Al Baihaqi dalam Ad Dalail & Ibn Al Maqri. Disebutkan oleh Al Hafizh dalam Al Fath tanpa komentar)

Abu Ubaidah mencium tangan Umar ketika datang dari Syam (HR. Sufyan dalam Al Jami’ & disebutkan oleh Al Hafizh dalam Al Fath tanpa komentar)

Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibn Abbas ketika Ibn Abbas menyiapkan tunggangannya Zaid. (HR. At Thabari & Ibn Al Maqri. Disebutkan oleh Al Hafizh dalam Al Fath tanpa komentar)
Usamah bin Syarik mengatakan: “Kami menyambut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami mencium tangannya.” (HR. Ibn Al Maqri, Kata Al Hafizh: Sanadnya kuat.”)
Dan masih banyak beberapa riwayat lainnya yang menunjukkan bolehnya mencium tangan ketika berjabat tangan. Bahkan Ibn Al Maqri menulis buku khusus yang mengumpulkan beberapa riwayat tentang bolehnya mencium tangan ketika berjabat tangan.

Satu hal yang perlu diingat bahwasanya mencium tangan ini diperbolehkan jika tidak sampai menimbulkan perasaan mengagungkan kepada orang yang dicium tangannya dan merasa rendah diri di hadapannya. Karena hal ini telah masuk dalam batas kesyirikan. (lih. Al Iman wa Ar Rad ‘ala Ahlil Bida’, Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Alu Syaikh)

An Nawawi mengatakan: “Mencium tangan seseorang karena sifat zuhudnya, salehnya, amalnya, mulianya, sikapnya dalam menjaga diri dari dosa, atau sifat keagamaan yang lainnya adalah satu hal yang tidak makruh. Bahkan dianjurkan. Akan tetapi jika mencium tangan karena kayanya, kekuatannya, atau kedudukan dunianya adalah satu hal yang makruh dan sangat di benci. Bahkan Abu Sa’id Al Mutawalli mengatakan: “Tidak boleh” (Fathul Bari, Al Hafizh Ibn Hajar 11/57)

Berdasarkan beberapa keterangan ulama di atas dan dengan mengambil keterangan ulama yang lain, disimpulkan bahwa mencium tangan diperbolehkan dengan beberapa persyaratan :

· Tidak sampai menimbulkan sikap mengagungkan orang yang dicium 
· Tidak menimbulkan sikap merendahkan diri di hadapan orang yang dicium, karena kemuliaan dan kedudukan dalam agama dan bukan karena dunianya 
· Tidak dijadikan kebiasaan, sehingga mengubah sunnah jabat tangan biasa 
· Orang yang dicium tidak menjulurkan tangannya kepada orang yang mencium (keterangan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah) 

Keistimewaan, Ciri dan Tanda Malam Lailatul Qadar (Malam Seribu Bulan)





Bulan Puasa Ramadhan memang bulan yang penuh berkah. Salah satu keistimewaan bulan ini adalah satu malam yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia, yakni Lailatul Qadar (malam seribu bulan). Banyak ayat di dalam Al-Quran yang menceritakan tentang keistimewaan malam ini. Diantaranya adalah Firman Allah SWT: 

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS: Al-Qadr (97) ayat 1-5). Dikatakan satu malam dengan barakah seperti 1000 bulan, karena di malam tersebut para malaikat dan Jibril turun ke bumi serta memohon kepada Allah SWT agar mengkabulkan doa’-do’a hambanya. Kemuliaan malam ini berakhir dengan terbitnya fajar. Lantas tahukah Anda mengenai tanda-tanda malam Lailatul Qadar itu akan datang? Berikut adalah beberapa tanda yang pernah digambarkan olehRasulullah SAW dalam beberapa hadistnya. 

1.   Udara dan suasana pagi yang tenang. Dari Ibnu Abbas radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah”. 

2.   Cahaya matahari melemah keesokan harinya, bersinar cerah tapi tidak kuat. Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan”. 

3.   Bulan nampak separuh bulatan. Dari Abu Hurairoh radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan”. 

4.   Malam yang terang, tidak dingin, tidak berawan, tidak hujan, tidak panas, tidak ada angin kencang, dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan binatang (lemparan meteor bagi setan). Sebagaimana sebuah hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah SAW: “Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)”. 

5.   Terkadang terbawa ke dalam mimpi. Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum. 

6.   Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya. 

Semoga dengan keterangan di atas, semakin menambah kesempurnaan Kita dalam melaksanakan Puasa Ramadhan kali ini.


Lima Calon Penghuni Neraka




MISI Rasulullah adalah memberi kabar gembira dan peringatan bagi seluruh umat manusia, tanpa terkecuali (QS. Saba’: 28). Oleh karenanya, kita menemukan sangat banyak hadits yang berisi kabar gembira seperti jaminan kemenangan Islam dan keindahan surga; atau berisi peringatan seperti pasti hancurnya kebatilan dan kengerian neraka. Sebagian hadits beliau bahkan memberikan rincian cukup detil, sehingga semakin mudah diamalkan.

Di antara rincian detil yang pernah beliau ungkapkan adalah ciri-ciri calon penghuni neraka. Dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Iyadh bin Himar al-Mujasyi’ie, diantaranya beliau menyebutkan sifat lima golongan yang kelak akan menjadi penghuni neraka. Mari kita teliti satu per satu, semoga kita bisa mengintrospeksi diri dan menghindarinya.


Pertama, orang lemah yang tidak berakal.Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, yang dimaksud adalah orang yang tidak memiliki akal yang bisa mencegahnya dari segala sesuatu yang tidak pantas. Dalam Mirqatul Mafatih, Mulla ‘Ali Al-Qari menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak punya keinginan selain memenuhi isi perutnya dengan segala cara, tidak perduli halal maupun haram. Keinginan terbesar mereka tidak pernah beranjak naik dari tingkatan hewani ini, baik dalam urusan agama maupun duniawinya. Perkara ini senada dengan firman Allah:


ذَلِكَ مَبْلَغُهُم مِّنَ الْعِلْمِ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى


“Maka berpalinglah engkau (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan dia tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. an-Najm: 30).


Kedua, pengkhianat. Teks haditsnya menjelaskan bahwa orang ini memang tidak tampak nyata sifat khianatnya, namun dia punya keinginan ke arah sana. Jika ada kesempatan, meskipun sangat kecil, niscaya dia akan berkhianat juga. Na’udzu billah. Oleh karenanya, Rasulullah pernah menyatakan bahwa satu diantara tiga tanda orang munafik adalah suka berkhianat. Allah juga pernah menyinggung sifat orang semacam ini dalam firman-Nya: 



وَلاَ تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنفُسَهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ خَوَّاناً أَثِيماً
يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لاَ يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطاً


“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. Mereka bisa bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bisa bersembunyi dari Allah, dan Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. An-Nisa': 107-108).


Ketiga, penipu. Dalam hadits itu disebutkan: “Seseorang yang tidak memasuki waktu pagi maupun sore melainkan ia pasti menipumu, baik dalam urusan hartamu maupun keluargamu.” Tidak salah lagi, orang ini pasti penipu tulen, tembus dari permukaan kulit sampai tulang sungsumnya! Bayangkan, tidak pagi tidak sore, pekerjaannya melulu hanya menipu, menipu, dan menipu, dalam segala hal. Adakah kebaikan yang bisa diharapkan darinya? Apakah Allah bersedia mengasihi dan menghindarkan orang semacam ini dari neraka?


Keempat, pembohong atau orang pelit. Sebagian riwayat menyebut “pembohong”, sedangkan riwayat lainnya menyitir “orang pelit”. Mana pun dari keduanya yang tepat, sama saja buruknya. Dikatakan dalam sebuah hadits: “Ada tiga hal yang membuat (seseorang) binasa, yaitu sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diperturutkan, dan ketakjubannya pada diri sendiri.” (Riwayat al-Bazzar dan al-Baihaqi, dengan sanad hasan li-ghairihi). Adapun tentang berbohong, kita sudah diberitahu bahwa ia adalah satu diantara tiga ciri kemunafikan. Padahal, Allah telah menyatakan bahwa orang munafik kelak akan berada di kerak neraka, yakni yang paling dahsyat siksaannya (QS. an-Nisa’: 145). Na’udzu billah.


Kelima, orang yang berakhlak buruk dan banyak berkata/berbuat keji. Tidak sedikit ayat atau hadits yang menganjurkan akhlak terpuji, dan sebaliknya melarang dari akhlak tercela. Bentuknya bisa bermacam-macam, karena memang variasinya pun sangat luas. Maka, ketika menggambarkan sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Anas bin Malik berkata, “Beliau bukanlah orang yang suka mencaci, bukan orang yang suka berkata/berbuat kotor, dan bukan pula orang yang suka melaknat.” (Riwayat Bukhari). 
Diceritakan pula bahwa ada seseorang yang mencela Usamah bin Zaid dengan celaan yang sangat buruk. Ketika itulah Usamah berkata, “Sungguh engkau telah menyakitiku. Sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwasannya Allah membenci orang yang keji dan suka berkata/berbuat keji. Dan sungguh, engkau ini orang yang keji dan suka berkata/berbuat keji.” (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban. Hadits hasan).


Bila logikanya kita balik, kelima sifat diatas bisa diperjelas oleh hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairah: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang apa yang paling banyak menyebabkan manusia masuk surga? Beliau menjawab, “Ketakwaan dan akhlak yang baik.” (Riwayat al-Hakim. Menurut adz-Dzahabi: hadits shahih). Maksudnya, kelima sifat diatas seluruhnya merupakan kebalikan dari ketakwaan dan akhlak mulia, yaitu: tidak berpegang pada nilai-nilai kebajikan, suka menipu, gemar berkhianat, pembohong, pelit, dan banyak berbuat keji; sehingga buahnya pun berkebalikan dari surga, yaitu neraka. Semoga Allah membimbing kita semua untuk menjauhinya. Amin. Wallahu a’lam. 

Sumber : Hidayatullah.com

Jumat, 29 Juni 2012

MUTIARA HADIST






Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ia harus mencegah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya dan yang demikian itu selemah-lemahnya iman
Hadist riwayat Muslim

Hai Ali, ada tiga perkara yang janganlah kamu tunda-tunda pelaksanaannya yaitu shalat apabila tiba waktunya.  Jenazah bila sudah siap panguburannya dan wanita (gadis atau janda) bila menemukan laki-laki yang sepadan meminangnya.
Hadist riwayat Ahmad

Sesungguhnya air mendidih disiramkan atas kepada mereka (penghuni neraka), lalu air yang mendidih itu menembus hingga sampai diperutnya kemudian memotong apa yang ada di dalam perutnya hingga keluar dari kedua telapak kakinya dalam keadaan cair, kemudian dikembalikan seperti semula.
Hadist riwayat Tirmidzi

Hakim-hakim itu ada tiga golongan, dua golongan di neraka dan satu golongan di surga: Orang yang mengetahui yang benar lalu memutus dengannya, maka dia di surga. Orang yang memberikan keputusan kepada orang-orang di atas kebodohan, maka dia itu di neraka dan orang yang mengetahui yang benar lalu dia menyeleweng dalam memberikan keputusan, maka dia di neraka
Hadist riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasal, Ibnu Majah dan Hakim

diriwayatkan dari Ka'b bin Malik ra. : kami memiliki sejumlah biri-biri yang biasa merumput di Sa'l. satu dari beberapa budak perempuan kami melihat seekor biri-biri yang sekarat. lalu ia memecahkan batu dan menyembelihnya. ayahku berkata, "jangan dahulu dimakan sebelum aku bertanya kepada Nabi Muhammad SAW perihal itu". maka ia pun bertanya atau mengutus seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Muhammad SAW membolehkan mereka untuk memakannya.
Hadist riwayat Bukhari

diriwayatkan dari (Abu Hurairah) ra. : Rasulullah SAW pernah bersabda, " demi Dia yang Menggenggam diriku, sesungguhnya bahwa putra Maryam (Isa a.s.) akan turun diantara kalian (orang-orang muslim). ia akan menjadi hakim yang adil bagi manusia dengan berdasarkan          Al Quran dan akan mematahkan salib serta membunuh babi; ia akan menghapuskan Jizyah (pajak yang diambil dari non muslim yang berada di dalam perlindungan pemerintahan muslim), akan mendatangkan kemakmuran sedemikian rupa sehingga tidak akan ada orang yang mau menerima sedekah".
Hadist riwayat Bukhari

Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu
Hadist riwayat At-Tirmidzi

Ibn Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda: aku diperintah memerangi orang-orang sehingga mereka mengucapkan kalimat syahadat bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, maka bila mereka telah mengerjakan semua itu berarti telah terpelihara daripadaku darah dan harta mereka kecuali dengan hak kewajiban dalam Islam, dan perhitungan mereka terserah kepada Allah.
Hadist riwayat Bukhari, Muslim

Abu Hurairah ra. berkata : Pada suatu hari ketika Nabi SAW. duduk bersama sahabat, tiba-tiba datang seorang bertanya : Apakah iman ? Jawab Nabi SAW. : Iman ialah percaya pada Allah, dan Malaikat-Nya, perjumpaan dengan Allah, Nabi utusan-Nya dan percaya pada hari bangkit dari kubur. Lalu ditanya : Apakah Islam ? Jawab Nabi SAW.: Islam ialah menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan puasa di bulan Ramadhan. Lalu bertanya : Apakah Ihsan? Jawab Nabi SAW.: Ihsan ialah menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, maka jika engkau tidak melihatNya, ketahuilah bahwa Allah melihatmu. Lalu dia bertanya : Bilakah hari kiamat ? Jawab Nabi SAW.: Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui dari orang yang bertanya, tetapi aku memberitakan padamu beberapa syarat (tanda-tanda) akan tibanya hari kiamat, yaitu jika budak sahaya telah melahirkan majikannya, dan jika penggembala unta dan ternak lainnya telah berlomba membangun gedung-gedung. Persoalan ini termasuk dalam lima macam perkara yang tidak dapat mengetahuinya kecuali Allah, yang tersebut dalam ayat : "Sesungguhnya hanya Allah yang mengetahui, bilakah hari kiamat, dan Dia pula yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang di dalam rahim ibu, dan tiada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari, dan tidak seorangpun yang mengetahui dimanakah ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui sedalam-dalamnya." Kemudian pergilah orang itu. Lalu Nabi SAW. menyuruh sahabat : Kembalikanlah orang itu! Tetapi sahabat tidak melihat bekas orang itu. Maka Nabi SAW. bersabda : Itu Malaikat Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.
Hadist riwayat Bukhari, Muslim 

Diriwayatkan dari Al-Musayyab bin Hazn ra. : pada saat-saat terakhir kematian Abu Thalib, Rasulullah SAW pergi mengunjunginya dan menemukan Abu Jahl bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Al Mughirah, disampingnya. Rasulullah SAW bersabda, "wahai paman, katakanlah : Laa Ilaaha Illallaah, kalimat yang akan membuatku bersaksi untuk anda di hadapan Allah". Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata, "wahai Abu Thalib! Apakah engkau akan mencela agama Abdul Muthalib?" Rasulullah SAW berulang kali mengucapkannya sementara mereka (Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah) terus menerus mengulang pernyataan mereka hingga Abu Thalib mengucapkan pernyataan terakhirnya bahwa ia masih memegang agama Abdul Muthalib dan menolak mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, "aku akan memohonkan ampunan Allah untuk anda selama aku tidak dilarang melakukannya". Maka Allah menurunkan ayat yang berkaitan dengannya. Ayat yang dimaksud ; tiadalah pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman bahwa mereka memintakan ampunan bagi orang yang musyrik sekalipun mereka kaum kerabat, setelah nyata kepadanya bahwa mereka adalah penghuni neraka (QS At Taubah [9]: 113)
Hadist riwayat Bukhari 

Kamis, 21 Juni 2012

Keistimewaan Bulan Sya’ban




Tak terasa bulan syaban tiba Nabi SAW. bersabda : “Bahwa Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bulanKu dan Ramadhan adalah bulan ummat-Ku”.

Syaban tiba Nabi SAW. bersabda : “Bahwa Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bulanKu dan Ramadhan adalah bulan ummat-Ku”. Kita telah memasuki bulan Sya’ban 1433 H yang dimuliakan oleh Allah dan Rasul-Nya.Rasulullah saw bersabda: “…Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)Rasulullah saw bersabda : “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. 

Barangsiapa yang berpuasa satu hari, maka wajib baginya surga. Barangsiapa yang dua hari, maka ia akan menjadi sahabat para nabi dan shiddiqin pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa penuh satu bulan dan bersambung dengan bulan Ramadhan, maka dosa-dosa diampuni, dosa kecil maupun dosa besarnya walaupun ia berasal dari darah haram.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib (sa). (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 55)Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Ketika bulan Sya’ban tiba Ali Zainal Abidin (sa) mengumpulkan para sahabatnya kemudian berkata: “Wahai sahabat-sahabatku, tahukah kalian bulan apakah ini? Bulan ini adalah bulan Sya’ban, Nabi saw bersabda : ‘Bulan Sya’ban adalah bulanku, berpuasalah kamu di bulan ini karena cinta kepada Nabimu dan mendekatkan diri kepada Tuhanmu’. Aku bersumpah, demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku mendengar ayahku Al-Husein (sa) berkata: ‘Aku mendengar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: ‘Barangsiapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta kepada Rasulullah saw dan mendekatkan diri kepada Allah, Dia mendekatkannya pada kemuliaan-Nya pada hari kiamat dan mewajibkan baginya surga’.” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)Rasulullah saw bersabda: “…Bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku…” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)Rasulullah saw bersabda : “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. 

Barangsiapa yang berpuasa satu hari, maka wajib baginya surga. Barangsiapa yang dua hari, maka ia akan menjadi sahabat para nabi dan shiddiqin pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa penuh satu bulan dan bersambung dengan bulan Ramadhan, maka dosa-dosa diampuni, dosa kecil maupun dosa besarnya walaupun ia berasal dari darah haram.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib (sa). (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 55)Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Ketika bulan Sya’ban tiba Ali Zainal Abidin (sa) mengumpulkan para sahabatnya kemudian berkata: “Wahai sahabat-sahabatku, tahukah kalian bulan apakah ini? Bulan ini adalah bulan Sya’ban, Nabi saw bersabda : ‘Bulan Sya’ban adalah bulanku, berpuasalah kamu di bulan ini karena cinta kepada Nabimu dan mendekatkan diri kepada Tuhanmu’. Aku bersumpah, demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku mendengar ayahku Al-Husein (sa) berkata: ‘Aku mendengar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: ‘Barangsiapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta kepada Rasulullah saw dan mendekatkan diri kepada Allah, Dia mendekatkannya pada kemuliaan-Nya pada hari kiamat dan mewajibkan baginya surga’.” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)Rasulullah saw bersabda : “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. Barangsiapa yang berpuasa satu hari, maka wajib baginya surga. Barangsiapa yang dua hari, maka ia akan menjadi sahabat para nabi dan shiddiqin pada hari kiamat. Barangsiapa yang berpuasa penuh satu bulan dan bersambung dengan bulan Ramadhan, maka dosa-dosa diampuni, dosa kecil maupun dosa besarnya walaupun ia berasal dari darah haram.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib (sa). (Fadhail Al-Asyhur Ats-Tsalatsah: 55)Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Ketika bulan Sya’ban tiba Ali Zainal Abidin (sa) mengumpulkan para sahabatnya kemudian berkata: “Wahai sahabat-sahabatku, 
tahukah kalian bulan apakah ini? Bulan ini adalah bulan Sya’ban, Nabi saw bersabda : ‘Bulan Sya’ban adalah bulanku, berpuasalah kamu di bulan ini karena cinta kepada Nabimu dan mendekatkan diri kepada Tuhanmu’. Aku bersumpah, demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku mendengar ayahku Al-Husein (sa) berkata: ‘Aku mendengar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: ‘Barangsiapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta kepada Rasulullah saw dan mendekatkan diri kepada Allah, Dia mendekatkannya pada kemuliaan-Nya pada hari kiamat dan mewajibkan baginya surga’.” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: Ketika bulan Sya’ban tiba Ali Zainal Abidin (sa) mengumpulkan para sahabatnya kemudian berkata: “Wahai sahabat-sahabatku, tahukah kalian bulan apakah ini? Bulan ini adalah bulan Sya’ban, Nabi saw bersabda : ‘Bulan Sya’ban adalah bulanku, berpuasalah kamu di bulan ini karena cinta kepada Nabimu dan mendekatkan diri kepada Tuhanmu’. Aku bersumpah, demi Zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku mendengar ayahku Al-Husein (sa) berkata: ‘Aku mendengar Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib (as) berkata: ‘Barangsiapa yang berpuasa di bulan Sya’ban karena cinta kepada Rasulullah saw dan mendekatkan diri kepada Allah, Dia mendekatkannya pada kemuliaan-Nya pada hari kiamat dan mewajibkan baginya surga’.” (Mafatihul Jinan, bab 2, Sya’ban)

Selasa, 19 Juni 2012

Hikmah Isra Mi'raj




Sekarang kita telah memasuki separuh lebih bulan rajab dimana pada akhir bulan ini kita sebagai seorang muslim telah diingatkan kembali sebuah peristiwa besar dalam sejarah umat islam. Sebuah peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah hidup (siirah) Rasulullah SAW yaitu peristiwa diperjalankannya beliau (isra) dari Masjid al Haram di Makkah menuju Masjid al Aqsa di Jerusalem, lalu dilanjutkan dengan perjalanan vertikal (mi'raj) dari Qubbah As Sakhrah menuju ke Sidrat al Muntaha (akhir penggapaian). Peristiwa ini terjadi antara 16-12 bulan sebelum Rasulullah SAW diperintahkan untuk melakukan hijrah ke Yatsrib (Madinah).


Allah SWT mengisahkan peristiwa agung ini di S. Al Isra (dikenal juga dengan S. Bani Israil) ayat pertama: سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرArtinya; Maha Suci Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (potongan) malam dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".Lalu apa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan Isra wal Mi'raj ini? Barangkali catatan ringan berikut dapat memotivasi kita untuk lebih jauh dan sungguh-sungguh menangkap pelajaran yang seharusnya kita tangkap dari perjalanan agung tersebut:Pertama: Konteks situasi terjadinyaKita kenal, Isra' wal Mi'raj terjadi sekitar setahun sebelum Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah (Yatsrib ketika itu). Ketika itu, Rasulullah SAW dalam situasi yang sangat "sumpek", seolah tiada celah harapan masa depan bagi agama ini. Selang beberapa masa sebelumnya, isteri tercinta Khadijah r.a. dan paman yang menjadi dinding kasat dari penjuangan meninggal dunia. Sementara tekanan fisik maunpun psikologis kafir Qurays terhadap perjuangan semakin berat. Rasulullah seolah kehilangan pegangan, kehilangan arah, dan kini pandangan itu berkunang-kunang tiada jelas.Dalam situasi seperti inilah, rupanya "rahmah" Allah meliputi segalanya, mengalahkan dan menundukkan segala sesuatunya. "warahamatii wasi'at kulla syaei", demikian Allah deklarasikan dalam KitabNya. Beliau di suatu malam yang merintih kepedihan, mengenang kegetiran dan kepahitan langkah perjuangan, tiba-tiba diajak oleh Pemilik kesenangan dan kegetiran untuk "berjalan-jalan" (saraa) menelusuri napak tilas "perjuangan" para pejuang sebelumnya (para nabi). Bahkan dibawah serta melihat langsung kebesaran singgasana Ilahiyah di "Sidartul Muntaha". Sungguh sebuah "penyejuk" yang menyiram keganasan kobaran api permusuhan kaum kafir. Dan kinilah masanya bagi Rasulullah SAW untuk kembali "menenangkan" jiwa, mempermantap tekad menyingsingkan lengan baju untuk melangkah menuju ke depan.Artinya, bahwa kita adalah "rasul-rasul" Rasulullah SAW dalam melanjutkan perjuangan ini. Betapa terkadang, di tengah perjalanan kita temukan tantangan dan penentangan yang menyesakkan dada, bahkan mengaburkan pandangan objektif dalam melangkahkan kaki ke arah tujuan. Jikalau hal ini terjadi, maka tetaplah yakin, Allah akan meraih tangan kita, mengajak kita kepada sebuah "perjalanan" yang menyejukkan. "Allahu Waliyyulladziina aamanu" (Sungguh Allah itu adalah Wali-nya mereka yang betul-betul beriman". Wali yang bertanggung jawab memenuhi segala keperluan dan kebutuhan. Kesumpekan dan kesempitan sebagai akibat dari penentangan dan rintangan mereka yang tidak senang dengan kebenaran, akan diselesaikan dengan cara da metode yang Hanya Allah yang tahu. Yang terpenting bagi seorang pejuang adalah, maju tak gentar, sekali mendayung pantang mundur, konsistensi memang harus menjadi karakter dasar bagi seorang pejuang di jalanNya. "Wa laa taeasuu min rahmatillah" (jangan sekali-kali berputus asa dari rahmat Allah).Kedua: Pensucian HatiDisebutkan bahwa sebelum di bawa oleh Jibril, beliau dibaringkan lalu dibelah dadanya, kemudian hatinya dibersihkan dengan air zamzam. Apakah hati Rasulullah kotor? Pernahkan Rasulullah SAW berbuat dosa? Apakah Rasulullah punya penyakit "dendam", dengki, iri hati, atau berbagai penyakit hati lainnya? Tidak…sungguh mati…tidak. Beliau hamba yang "ma'shuum" (terjaga dari berbuat dosa). Lalu apa signifikasi dari pensucian hatinya?Rasulullah adalah sosok "uswah", pribadi yang hadir di tengah-tengah umat sebagai, tidak saja "muballigh" (penyampai), melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi "percontohan" bagi semua yang mengaku pengikutnya. "Laqad kaana lakum fi Rasulillahi uswah hasanah".Memang betul, sebelum melakukan perjalanannya, haruslah dibersihkan hatinya. Sungguh, kita semua sedang dalam perjalanan. Perjalanan "suci" yang seharusnya dibangun dalam suasa "kefitrahan". Berjalan dariNya dan juga menuju kepadaNya. Dalam perjalanan ini, diperlukan lentera, cahaya, atau petunjuk agar selamat menempuhnya. Dan hati yang intinyasebagai "nurani", itulah lentera perjalanan hidup.Cahaya ini berpusat pada hati seseorang yang ternyata juga dilengkapi oleh gesekan-gesekan "karat" kehidupan (fa alhamaha fujuuraha). Semakin kuat gesekan karat, semakin jauh pula dari warna yang sesungguhnya (taqawaaha). Dan oleh karenanya, di setiap saat dan kesempatan, diperlukan pembersihan, diperlukan air zamzam untuk membasuh kotoran-kotoran hati yang melengket. Hanya dengan itu, hati akan bersinar tajam menerangi kegelapan hidup. Dan sungguh hati inilah yang kemudian "penentu" baik atau tidaknya seseorang pemilik hati.ألا إن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلحت سير عمله، وإذا فسدت فسدت سير عمله.
Disebutkan bahwa hati manusia awalnya putih bersih. Ia ibarat kertas putih dengan tiada noda sedikitpun. Namun karena manusia, setiap kali melakukan dosa-dosa setiap kali pula terjatuh noda hitam pada hati, yang pada akhirnya menjadikannya hitam pekat. Kalaulah saja, manusia yang hatinya hitam pekat tersebut tidak sadar dan bahkan menambah dosa dan noda, maka akhirnya Allah akan akan membalik hati tersebut. Hati yang terbalik inilah yang kemudian hanya bisa disadarkan oleh api neraka. "Khatamallahu 'alaa quluubihim".


Di Al Qur'an sendiri, Allah berfirman" قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَاArtinya: Sungguh beruntung siapa yang mensucikannya, dan sungguh buntunglah siapa yang mengotorinya". Maka sungguh perjalanan ini hanya akan bisa menuju "ilahi" dengan senantiasa membersihkan jiwa dan hati kita, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah sebelum perjalanan sucinya tersebut.Ketiga: Memilih Susu - Menolak KhamarKetika ditawari dua pilihan minuman, dengan sigap Rasulullah mengambil gelas yang berisikan susu. Minuman halal dan penuh menfaat bagi kesehatan. Minuman yang berkalsium tinggi, menguatkan tulang belulang. Rasulullah menolak khamar, minuman yang menginjak-nginjak akal, menurunkan tingkat inteletualitas ke dasar yang paling rendah. Sungguh memang pilihan yang tepat, karena pilihan ini adalah pilihan fitri "suci".Dengan bekal jiwa yang telah dibersihkan tadi, Rasulullah memang melanjutkan perjalanannya. Di tengah perjalanan, hanya memang ada dua alternatif di hadapan kita. Kebaikan dan keburukan. Kebaikan akan selalu identik dengan manfaat, sementara keburukan akan selalu identik dengan kerugian. Seseorang yang hatinya suci, bersih dari kuman dosa dan noda kezaliman, akan sensitif untuk menerima selalu menerima yang benar dan menolak yang salah. Bahkan hati yang bersih tadi akan merasakan "ketidak senangan" terhadap setiap kemungkaran. Lebih jauh lagi, pemiliknya akan memerangi setiap kemungkaran dengan segala daya yang dimilikinya.Dalam hidup ini seringkali kita diperhadapkan kepada pilihan-pilihan yang samar. Fitra menjadi acuan, lentera, pedoman dalam mengayuh bahtera kehidupan menuju tujuan akhir kita (akhirat). Dan oleh karenanya, jika kita dalam melakukan pilihan-pilihan dalam hidup ini, ternyata kita seringkali terperangkap kepada pilihan-pilihan yang salah, buruk lagi merugikan, maka yakinlah itu disebabkan oleh tumpulnya firtah insaniyah kita. Agaknya dalam situasi seperti ini, diperlukan asahan untuk mempertajam kembali fitrah Ilahiyah yang bersemayam dalam diri setiap insan.Keempat: Imam Shalat Berjama'ahShalat adalah bentuk peribadatan tertinggi seorang Muslim, sekaligus merupakan simpol ketaatan totalitas kepadaYang Maha Pencipta. Pada shalatlah terkumpul berbagai hikmah dan makna. Shalat menjadi simbol ketaatan total dan kebaikan universal yang seorang Muslim senantiasa menjadi tujuan hidupnya.Maka ketika Rasulullah memimpin shalat berjama'ah, dan tidak tanggung-tanggung ma'mumnya adalah para anbiyaa (nabi-nabi), maka sungguh itu adalah suatu pengakuan kepemimpinan dari seluruh kaum yang ada. Memang jauh sebelumnya, Musa yang menjadi pemimpin sebuah umat besar pada masanya. Bahkan Ibrahim, Eyangnya banyak nabi dan Rasul, menerima menjadi Ma'mum Rasulullah SAW. Beliau menerima dengan rela hati, karena sadar bahwa Rasulullah memang memiliki kelebihan-kelebihan "leadership", walau secara senioritas beliaulah seharusnya menjadi Imam.Kepemimpinan dalam shalat berjama'ah sesungguhnya juga simbol kepemimpinan dalam segala skala kehidupan manusia. Allah menggambarkan sekaligus mengaitkan antara kepemimpinan shalat dan kebajikan secara menyeluruh: "Wahai orang-orang yang beriman, ruku'lah, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu serta berbuat baiklah secara bersama-sama. Nisacaya dengan itu, kamu akan meraih keberuntungan". Dalam situasi seperti inilah, seorang Muhammad telah membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin bagi seluruh pemimpin umat lainnya.Bagaimana dengan kita sebagai pengikut nabi muhammad dalam masalah ini? Masalahnya, umat Islam saat ini tidak memiliki kriteria tersebut. Kriteria "imaamah" atau kepemimpinan yang disebutkan dalam Al Qur'an masih menjadi "tanda tanya" besar pada kalangan umat ini. "Dan demikian kami jadikan di antara mereka pemimpin yang mengetahui urusan Kami, memiliki kesabaran dan ketangguhan jiwa, dan adalah mereka yakin terhadap ayat-ayat Kami".Kita umat Islam, yang seharusnya menjadi pemimpin umat lainnya, ternyata memang menjadi salah satu pemimpin. Sayang kepemimpinan dunia Islam saat ini terbalik, bukan dalam shalat berjama'ah, bukan dalam kebaikan dan kemajuan dalam kehidupan manusia. Namun lebih banyak yang bersifat negatif.Kelima: Kembali ke Bumi dengan ShalatPerjalanan singkat yang penuh hikmah tersebut segera berakhir, dan dengan segera pula beliau kembali menuju alam kekiniannya. Rasulullah sungguh sadar bahwa betapapun ni'matnya berhadapan langsung dengan Yang Maha Kuasa di suatu tempat yang agung nan suci, betapa ni'mat menyaksikan dan mengelilingi syurga, tapi kenyataannya beliau memiliki tanggung jawab duniawi. Untuk itu, semua kesenangan dan keni'matan yang dirasakan malam itu, harus ditinggalkan untuk kembali ke dunia beliau melanjutkan amanah perjuangan yang masih harus diembannya.Inilah sikap seorang Muslim. Kita dituntut untuk turun ke bumi ini dengan membawa bekal shalat yang kokoh. Shalat berintikan "dzikir", dan karenanya dengan bekal dzikir inilah kita melanjutkan ayunan langkah kaki menelusuri lorong-lorong kehidupan menuju kepada ridhaNya. "Wadzkurullaha katsiira" (dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak), pesan Allah kepada kita di saat kita bertebaran mencari "fadhalNya" dipermukaan bumi ini. Persis seperti Rasulullah SAW membawa bekal shalat 5 waktu berjalan kembali menuju bumi setelah melakukan serangkaian perjalanan suci ke atas (Mi'raj). Sumber : http://www.pesantrenvirtual.com

Kamis, 07 Juni 2012

Keutamaan malam Jum'at dan hari Jum'at




Malam Jum'at adalah malam yang paling utama, harinya adalah hari yang paling utama dari semua hari.
Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya malam Jum'at dan harinya adalah 24 jam milik Allah Azza wa Jalla. Setiap jamnya ada enam ratus ribu orang yang diselamatkan dari api neraka."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Barangsiapa yang mati di antara matahari tergelincir hari Kamis hingga matahari tergelincir hari Jum'at, Allah melindunginya dari siksa kubur yang menakutkan."

Imam ja'far Ash-Shadiq (sa) juga berkata: "Malam Jum'at dan hari Jum'at mempunyai hak, maka janganlah sia-siakan kemuliaannya, jangan mengurangi ibadah, dekatkan diri kepada Allah dengan amal-amal shaleh, tinggalkan semua yang haram. Karena di dalamnya Allah swt melipatgandakan kebaikan, menghapus kejelekan, dan mengangkat derajat. Hari Jum'at sama dengan malamnya. Jika kamu mampu, hidupkan malam dan siangnya dengan doa dan shalat. Karena di dalamnya Allah mengutus para Malaikat ke langit dunia untuk melipatgandakan kebaikan dan menghapus keburukan, sesungguhnya Allah Maha Luas ampunan-Nya dan Maha Mulia."

Dalam hadis yang mu'tabar, Imam Ja'far Ash-Shadiq berkata: "Sesungguhnya orang mukmin yang memohon hajatnya kepada Allah, Ia menunda hajat yang dimohonnya hingga hari Jum'at agar ia memperoleh keutamaan yang khusus (dilipatgandakan karena keutamaan hari Jum'at)."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Ketika saudara Yusus meminta kepada Ya'qub agar ia memohonkan ampunan untuk mereka, ia berkata, Tuhanku akan mengampunimu. Kemudian ia mengakhirkan istighfarnya hingga dini hari Jum'at agar permohonannya diijabah."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Jika malam Jum'at tiba semua binatang laut dan binatang darat mengangkat kepalanya seraya memanggil dengan bahasanya masing-masing: Wahai Tuhan kami, jangan siksa kami karena dosa-dosa anak cucu Adam."

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata: "Allah swt memerintahkan kepada Malaikat agar pada setiap malam Jum'at ia menyeru dari bawah Arasy dari awal malam hingga akhir malam: Tidak ada seorang pun hamba mukmin yang berdoa kepada-Ku untuk keperluan akhirat dan dunianya sebelum terbit fajar kecuali Aku mengijabahnya, tidak ada seorang pun mukmin yang bertaubat kepada-Ku dari dosa-dosanya sebelum terbit fajar kecuali Aku menerima taubatnya, tidak ada seorang pun mukmin yang sedikit rizkinya lalu ia memohon kepada-Ku tambahan rizkinya sebelum terbit fajar kecuali Aku menambah dan meluaskan rizkinya, tidak ada seorang pun hamba mukmin yang sedang sakit lalu ia memohon kepada-Ku untuk kesembuhannya sebelum terbit fajar kecuali Aku memberikan kesembuhan, tidak ada seorang hamba mukmin yang sedang kesulitan dan menderita lalu ia memohon kepada-Ku agar dihilangkan kesulitannya sebelum terbit fajar kecuali Aku menghilangkannya dan menunjukkan jalannya, tidak ada seorang pun hamba yang sedang dizalimi lalu ia memohon kepada-Ku agar Aku mengambil kezalimannya sebelum terbit fajar kecuali Aku menolongnya dan mengambil kezalimannya; Malaikat terus-menerus berseru hingga terbit fajar."

Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: "Sesungguhnya Allah swt memilih Jum'at, lalu menjadikan harinya sebagai hari raya, dan memilih malamnya menjadi malam hari raya. Di antara keutamaannya adalah orang yang momohon hajatnya kepada Allah Azza wa Jalla pada hari Jum'at Allah mengijabahnya; suatu bangsa yang sudah layak menerima azab lalu mereka memohon pada malam dan hari Jum'at Allah pasti menyelamatkan mereka darinya. Tidak ada sesuatu pun yang Allah tentukan dan utamakan kecuali Ia menentukannya pada malam Jum'at. Karena itu, malam Jum'at adalah malam yang paling utama, dan harinya adalah hari yang paling utama."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: " Jauhilah maksiat pada malam Jum'at, karena pada malam itu keburukan dilipatgandakan dan kebaikan dilipatgandakan. Baransiapa yang meninggalkan maksiat kepada Allah pada malam Jum'at Allah mengampuni semua dosa yang lalu, dan barangsiapa yang menampakkan kemaksiatan kepada Allah pada malam Jum'at Allah menyiksanya dengan semua amal yang ia lakukan sepanjang umurnya dan melipatgandakan siksa padanya akibat maksiat itu."

Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya hari Jum'at adalah penghulu semua hari, di dalamnya Allah azza wa jalla melipatgandakan kebaikan, menghapus keburukan, mengangkat derajat, mengijabah doa, menghilangkan duka, dan menunaikan hajat-hajat yang besar. Hari Jum'at adalah hari Allah menambah jumlah orang-orang yang dibebaskan dari neraka. Tidak ada seorang pun manusia yang memohon perlindungan di dalamnya dan ia mengenal hak-Nya serta yang diharamkan-Nya, kecuali Allah berhak membebaskan dan menyelamatkan ia dari neraka. Jika ia mati pada hari Jum'at atau malamnya, ia mati syahid dan membangkitkan dari kuburnya dalam keadaan aman.Tidak ada seorang pun yang meremehkan apa yang diharamkan oleh
Allah dan menyia-nyiakan hak-Nya, kecuali Allah berhak mencampakkannya ke dalam neraka Jahannam kecuali ia bertaubat."

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata: "Tidak ada terbit matahari yang lebih utama dari hari Jum'at, dan sesungguhnya pembicaraan burung pun jika ia berjumpa dengan yang lain pada hari ini, ia mengucapkan salam, salam kebaikan dan kedamaian."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Jika kalian memasuki hari Jum'at, maka janganlah kalian disibukkan oleh sesuatu selain ibadah, karena hari itu adalah hari pengampunan bagi hanba hamba Allah; pada hari Jum'at dan malam Jum'at Allah menurunkan kepada mereka rahmat dan karunia lebih banyak daripada mengambilnya dalam waktu yang singkat."
(Fafâtihul Jinân, bab 1, pasal 4, halaman 28-38 )

Jumat, 01 Juni 2012





Alhamdulillah kita telah memasuki bulan Rajab 1433 H. Saat memasuki bulan Rajab ini Nabi SAW mengajarkan kita untuk melantunkan do’a:

اللهم بارك لنا فى رجب و شعبان وبلغنا رمضان

Allaahumma baariklanaa fii Rajaba wa Sya’baana wa ballighna Ramadhana.
“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan sampaikanlah umur kami bertemu Ramadhan.”
Dalam lafadz do’a di atas terdapat kata “berkahilah”. Apakah makna dari “berkah” itu?
Berkah memiliki makna ziyadatul hasan atau ziyadatul khair, yaitu bertambahnya kebaikan. Sesuatu itu bisa disebut berkah manakala ada sebuah peningkatan atau bertambahnya kebaikan yang dikarenakan sesuatu itu. Misalnya seseorang memiliki keberkahan rizki, itu berarti rizki tersebut memberikan tambahan kebaikan bagi dirinya dan orang lain.

Entah dengan rizki itu dia dapat menjalankan ibadah dengan lebih baik, atau menunaikan hak orang-orang fakir dan miskin, dan seterusnya. Yang jelas ada nilai kebaikan dari sesuatu itu, yang tentunya kebaikan tidak hanya di dunia namun juga di akhirat. Kaitannya dengan bulan Rajab dan Sya’ban ini, kita memohon kepada Allah keberkahan agar ada suatu pertambahan kebaikan dalam diri kita. Sehingga nantinya juga siap dalam memasuki sebuah masa tarbiyah selama sebulan yang telah diprogramkan Allah secara rutin.

Sungguh apa yang terkandung didalam doa diatas adalah kuat secara makna. Bagaimana tidak? doa tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah gambaran sekaligus anjuran bagaimana kita menyambut dan merindukan ramadhan, bahkan lebih jauh lagi menyiapkan diri dan banyak hal untuk menyambut kedatangan bulan mulia tersebut. Semangat dan kerinduan menyambut Ramadhan, adalah gambaran para sahabat secara umum dalam kesehariannya. Ibnu Rajab meriwayatkan bagaimana kondisi para sahabat

Rasulullah SAW terkait Ramadhan:


كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَبْلُغَهُمْ شَهْرَ
 رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ ”

Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya.” (Kitab Lathaaiful Ma’arif ). Maka hal inilah yang harus senantiasa kita utamakan dan ambil inspirasinya.Tidak hanya terjebak dalam lafal doa semata tanpa kesiapan riil dalam amal dan perbuatan. Syeikh Abdul Karim bin Abdulah al-Khudair pernah ditanya tentang seorang yang berdoa dengan “Allahuma bariklana fi rojaba wa sya’bana wa ballighna romadhon “.Maka beliau menjawab dengan tenang: Semoga Allah memberikan pahala kepadanya. Memang hadits (doa) ini tidak kuat sanadnya, namun jika seorang muslim berdoa kepada Allah SWT agar menyampaikannya bulan Ramadhan, dan memberikan taufiq dalam mengamalkan puasa dan tarawih di dalamnya, dan mendapatkan lailatul qadar, atau berdoa dengan doa mutlak yang lainnya. Maka hal ini insya Allah boleh dan tidak mengapa".Ibnu Rojab masih dalam kitab yang sama, ketika menjelaskan hadits di atas memberikan pelajaran agung kepada kita: Dalam hadits ini terdapat dalil tentang anjuran berdoa minta panjang usia agar mendapati waktu-waktu yang mulia, agar dapat menjalankan amal sholih di dalamnya.Sesungguhnya seorang muslim tidaklah bertambah usianya kecuali untuk kebaikan, dan sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan banyak amalnya.


Sumber : www.bersamadakwah.com

Selasa, 29 Mei 2012

Amalan Utama Seputar Masjid



Ternyata setiap muslim memiliki rumah tempat hatinya tentram saat memasukinya, yaitu masjid. Perasaan ini harus kita wujudkan dan menghiasi hati kita, Rasulullah bahkan bersabda dengan jelas tersirat : Masjid itu adalah rumah setiap orang yang bertaqwa, Allah memberi jaminan kepada orang yang menganggap masjid sebagai rumahnya, bahwa ia akan diberi ketenangan dan rahmat serta kemampuan untuk melintas shirathal mustaqim menuju keridhaan Allah, yakni syurga (HR. Thabrani dan Bazzar dari Abu Darda ra).

Karena masjid adalah rumah orang beriman, maka ada sekian banyak hal yang bisa dilakukan yang semuanya berbuah keutamaan. Ada pahala yang dijanjikan bagi siapa saja yang menjalankan serangkaian amalan-amalan terkait di masjid. Berikut enam hal diantaranya, semoga kita mampu mewujudkannya.
 
KEUTAMAAN MERINDUKAN MASJID
Amalan yang pertama seputar masjid adalah bagaimana mengkondisikan hati dan seorang muslim, senantiasa mengarah pada masjid. Ia merindukan masjid dan merasakan ketenangan dan begitu betah saat berada di dalamnya. Dengan merindukan masjid, kita berharap termasuk dalam golongan yang akan diberikan perlindungan oleh Allah SWT, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya : “Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: (salah satunya) …seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali kepadanya” (HR. Bukhari dan Muslim).
 
KEUTAMAAN MENDATANGI MASJID
Dalam sehari kewajiban sholat ada lima kali, dan sangat dianjurkan bagi seorang muslim untuk hadir berjamaah. Karenanya kebiasaan mendatangi masjid juga mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari Rasulullah SAW. Beliau menjadikan kebiasaan ini sebagai indikator standar seorang dalam kondisi kebaikan dan keimanan yang mulia. Beliau menyatakan kepada para sahabat : “Apabila kamu sekalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia benar-benar beriman” (HR. Tirmidzi dari Abu Sa’id Al Khudri).

Mendatangi masjid secara khusus untuk keperluan sholat berjamaah, dijanjikan pahala yang berlimpah ruah. Satu langkah berarti mengurangi beban dosa dalam diri kita, dan ayunan langkah berikutnya menaikkan derajat kemuliaan seseorang dihadapan Allah SWT. Dari Abdullah bin Mas'ud, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seseorang yang bersuci dengan sempurna (di rumahnya), kemudian pergi ke masjid, melainkan dengan setiap langkah yang ditempuhnya,Allah akan mencatat satu kebaikan untuknya, meninggikan derajatnya satu tingkat, dan menghapuskan satu dosanya." (HR Muslim)
 
KEUTAMAAN MEMBERSIHKAN MASJID & MERAPIKAN MASJID
Sebagai sebuah tempat ideal menjalankan ibadah penuh kekhusyukan, maka masjid haruslah senantiasa dalam kondisi bersih yang membuat nyaman mereka yang berada di dalamnya. Karenanya syariat kita menjanjikan pahala pada setiap amal yang dilakukan dalam rangka menjaga kebersihan masjid. Kepada mereka yang gemar membersihkan masjid meskipun dengan cara sederhana, Rasulullah SAW memberikan isyarat pahala, beliau bersabda : “Dihadapkan padaku semua pahala yang diperbuat umatku, sampai-sampai kepada satu kotoran yang dikeluarkan oleh seseorang dari dalam masjid” (HR. Abu Daud, Tirmdizi).

Selain soal kebersihan, juga dianjurkan untuk merapikan masjid untuk menambah suasana semakin tenang dan syahdu. Agar doa-doa yang terlantun benar-benar keluar dari hati yang khusyuk tanpa ragu. Bahkan secara khusus dianjurkan menambah aroma terapi wewangian tertentu, sebagaimana diriwayatkan bahwa : Rasulullah SAW memerintahkan membangun masjid di kampung dan membersihkan serta memberinya wangi-wangian (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).

Namun dalam merapikan dan menambah keindahan masjid, harus dihindari segala hal yang berbau kemewahan tanpa makna, apalagi jika dengan itu kekhusyukan dalam sholat kita dipertaruhkan.


KEUTAMAAN MEMBANGUN MASJID
Amalan berikutnya seputar masjid adalah membangun masjid, tentu saja dengan niatan ikhlas hanya karena Allah semata, bukan mengharapkan simpati atau riya dari masyarakat di sekitarnya. Hari ini kita lihat pemandangan yang sungguh menyedihkan, orang kaya tidak sedikit di negeri ini namun masih kita temukan masjid yang dibangun dengan mengandalkan kotak infak yang disiapkan untuk menghadang jalan. Rasulullah SAW jelas-jelas memotivasi kita dalam hal ini, beliau bersabda : “Barang siapa membangun masjid bagi Allah mencari ridha Allah, maka Allah akan membangunkan baginya rumah di surga” (HR Muttafaq Alaih), bahkan dalam riwayat: “Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah seperti sangkar burung ketika mengerami telurnya atau yang lebih kecil dari itu, maka Allah membangun sebuah rumah di surga untuknya". (HR Ibnu Majah).


KEUTAMAAN MEMAKMURKAN MASJID
Selain yang terkait fisik, juga secara umum keutamaan berlaku pada mereka yang memakmurkan masjid dengan cara menghidupkannya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik bersifat ibadah, maupun yang lainnya. Firman Allah SWT : Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (At-Taubah 18)

Dalam masa Rasulullah SAW jelas tergambar peranan masjid sebagai pusat kegiatan umat dan pemberdayaan masyarakat. Menjadi tempat ibadah sekaligus ladang pengkaderan, bahkan juga menjadi pusat kegiatan politik dan pemerintahan.

Akhirnya, kita perlu memperluas peranan masjid di tengah masyarakat kita, bukan sekedar sebagai tempat ibadah semata, namun juga diisi dengan berbagai inovasi kegiatan dan produk dakwah yang menarik, yang membuat masyarakat tergerak untuk kembali ke masjid. Semoga Allah SWT memudahkan.